Sukses

Di Depan Jajaran Kemenko Polhukam, Hasto Ingatkan soal Konsep Geopolitik Soekarno

Doktor Ilmu Pertahanan Universitas Pertahanan (Unhan), Dr. Hasto Kristiyanto mengatakan, geopolitik Soekarno mengacu tentang bagaimana refleksi kepemimpinan Indonesia bagi dunia di masa depan.

Liputan6.com, Jakarta Doktor Ilmu Pertahanan Universitas Pertahanan (Unhan), Dr. Hasto Kristiyanto mengatakan, geopolitik Soekarno mengacu tentang bagaimana refleksi kepemimpinan Indonesia bagi dunia di masa depan.

Hal tersebut disampaikannya saat diskusi ilmiah “Pemikiran Geopolitik Bung Karno dalam Suara Kebangsaan” yang digelar di Ballroom Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (4/11/2022). Acara itu digelar oleh Kementerian Polhukam, yang langsung dihadiri Menko Polhukam Mahfud Md bersama para jajarannya.

Selain itu turut hadir, Badiklatpus DPP PDIP Daryatmo Mardiyanto, Philip Vermonte dari CSIS, Rektor Unhan Laksdya Amarulla Octavian. Serta Sekjen PKB Hasanuddin Wahid dan Sekjen PPP Arwani Thomafi.

"Ilmu geopolitik Soekarno pada dasarnya suatu ilmu kepemimpinan Indonesia bagi dunia, melalui apa? Melalui cara-cara dan upaya untuk memperjuangkan nasional interest kita, khususnya melalui foreign policy dan defence policy," kata Hasto.

Dia menegaskan, kepemimpinan Indonesia yang dimaksud Soekarno dalam konsep geopolitiknya, adalah meliputi seluruh aspek kehidupan dengan berbagai kemampuan. Khususnya melalui penguasaan lingkup pengetahuan dan teknologi, serta politik diplomasi luar negeri.

Pemikiran Geopolitik Soekarno bercorak kritis sebagai progressive geopolitical coexistence berdasarkan body of knowledge dan 7 variabel geopolitik Soekarno. Adapun ketujuh variabel itu adalah demografi, teritorial, sumber daya alam, militer, politik, ko-eksistensi damai serta sains dan teknologi.

Karena itu, semua pihak harus menyatukan tekad untuk bisa mewujudkannya dalam kondisi aktual pada dewasa ini.

"Kita bisa menyatukan tekad kita, mengambil sprit kepemimpinan Indonesia bagi dunia, dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam upaya itu, yang menjadi ancaman dari luar, bukan saudara sebangsa sendiri," pesan Hasto.

Menurut Hasto, perwujudan geopolitik Bung Karno ini masih relevan dengan situasi saat ini. Dia mencontohkan bagaimana dahulu Indonesia bisa menghasilkan Deklarasi Djuanda, sebuah hukum internasional yang diawali dengan Konferensi Asia Afrika 1955. Dengan Deklarasi Djuanda, Indonesia mampu memperluas wilayah tanpa perang, atau hanya menggunakan diplomasi, sebesar 2,5 kali lipat.

"Wilayah kita naik dua setengah kali lipat tanpa melalui perang. Modelnya apa? kepemimpinan Indonesia bagi dunia," kata Sekjen PDIP itu.

 

2 dari 2 halaman

Tanggapan Menko Polhukam

Sementara, Mahfud Md memandang Bung Karno tidak bisa dipungkiri menjadi sosok yang berperan penting melahirkan Pancasila bagi Indonesia.

Dan hingga saat ini, kata Mahfud, Soekarno dan pendiri bangsa lain ibarat mata air yang selalu mengalirkan ide-ide baru dan bisa menerapkan kompromi dalam kehidupan berpolitik.

“Jadi, daya panggil diskusi ini jadi menarik yaitu Bung Karno. Bung Karno itu, tentu itu dengan temannya seangkatan yang ikut mendirikan Indonesia, ibarat mata air yang selalu mengalirkan ide-ide baru dari ide utama, meskipun beliau sudah berangkat mendahului kita, tetapi selalu saja itu menjadi rujukan setiap kita menghadapi masalah,” kata Mahfud.

“Masalah apa pun kita ribut itu, sudah jangan begitu, itu bertentangan dengan Pancasila. Orang otomatis begitu,” tambahnya.

Mahfud dalam pidatonya juga menyebut Bung Karno sosok yang mencetuskan hukum progresif dan orang yang pertama membicarakan tentang geopolitik.

"Makanya diskusi ini dilakukan untuk membahasnya. Kita sedang berada dalam geopolitik yang rumit. Kondisi geopolitik ini pasti melahirkan strategis," kata Mahfud.